Langsung ke konten utama

Mendidik Generasi Qur'ani

Melihat banyaknya pesantren-pesantren di tanah air yang akhir-akhir ini mengadakan studi tour keluar negri khususnya negri timur untuk mengambil sanad tahfiz dan tahsin Qur'an menimbulkan sedikit banyaknya rasa sedih sekaligus khawatir akan ini semua. Tidak ada yang salah dengan program ini. Namun, siapapun pihak yang mengadakan ini terkhususnya sebagai orang tua yang ingin mendidik anak-anaknya menjadi generasi Qurani, mestilah tau dan paham bagaimana langkah-langkahnya dalam mendidik.

Mendidik generasi Qurani tidak cukup hanya dengan bermodalkan uang banyak. Tidak cukup dengan hanya mengirimkan anaknya sebulan dua bulan ke luar negri, sebut saja Mesir salah satu contohnya. Tidak salah mengirimkan anak untuk belajar Qur'an langsung ke Mesir, namun ada tahapannya. Tahapan inilah yang banyak terlupakan oleh orang tua.

Yang pertama kali mesti dilakukan orang tua dalam mendidik anak-anak agar menjadi generasi Qurani adalah menyandarkan diri kepada Allah dan memahami bahwa anak adalah titipan dari Allah. Lalu adanya kerja sama antar ayah dan ibu. Merancang kurikulum, dan hal pertama yang diajarkan itu adalah mengajarkan tauhid, mengenalkan tauhid lewat lingkungan sekitar. Dan dari awal bertekad agar jangan sampai anak-anak ngaji ditangan orang lain. 

Pernah ketika saya diminta jadi musyrifah untuk anak-anak yang dikirim ke Mesir dalam rangka mengambil sanad tahfiz dan tahsin, suatu malam ketika sesi motivasi Qur'an, seorang anak bertanya kepada saya, "Apakah ustazah sudah benar-benar cinta kepada Allaah dan RasulNya ?"  Saya kaget dengan pertanyaannya, dalam hati saya bergumam, bagaimana bisa kita menghafal sebuah kalam yang dengan pemiliknya saja cinta kita biasa-biasa saja..

Saya balik bertanya, "Kalian sendiri bagaimana?"

"Saya sih masih belum cinta sama Allaah, biasa aja. Saya lebih cinta kepada Rasulullah, karna sering denger ceritanya." "Saya malah biasa-biasa aja, ga ngerasa apa-apa.."

Semua anak menjawab seperti itu. Allaah... Sungguh, bukan main sedihnya saat saya mendengar jawaban mereka. Padahal hampir semua mereka hafal Qur'an 30juz

Itulah tadi kenapa yang pertama mesti diajarkan adalah pengenalan tentang tauhid. Harus dikokohkan terlebih dahulu, ibarat sebuah bangunan, agar bisa membangun yang lebih tinggi lagi maka pondasinya harus kokoh.

Karena itu, tak heran jika zaman sekarang kita melihat penghafal Qur'an dimana-mana, namun akhlaknya, perilakunya jauh dari isi Al-Qur'an itu sendiri. Karena mereka hanya diminta untuk menghafal Al-Qur'an. Betapa banyak sekarang program hafal Qur'an dalam dua atau tiga bulan. Lalu setelah itu dikirim jauh-jauh ke luar negri untuk mendapatkan sanad. Dengan tujuan agar nanti bisa digunakan untuk masuk universitas yang diinginkan. Bahkan guru-gurunya pun mengajarkan anak-anaknya agar mereka mau menghafal Al-Qur'an dengan bujukan seperti itu. Allaah...

Ayah Ibu, ketahuilah.. Al-Qur'an tidak untuk itu. Menjadi hafiz itu adalah keutamaan dari Allah. Target hafiz itu bukan sekedar hafiz, hafal, tapi bagaimana agar bisa memahaminya dengan benar. Jika kita melihat sejenak kebelakang pada zaman sahabat, mereka tidak mau menghafal ayat selanjutnya sebelum mereka paham dan mengamalkan ayat sebelumnya. Sebagai contoh saat ayat hijab diturunkan, para sahabat perempuan langsung merobek kain apa saja yang sekiranya bisa dijadikan untuk menutup aurat mereka. Itulah salah satu yang menjadi rahasia mereka menjadi generasi terbaik sepanjang zaman.

Sungguh jauh berbeda dengan keadaan zaman sekarang, dimana orang-orang dan berbagai lembaga pendidikan berlomba-lomba mengadakan program hafal Al-Qur'an hanya beberapa bulan saja, namun sisi penerapannya jauh tertinggal.

Langkah kedua ketika tauhid telah tertanamkan dengan baik adalah mengajarkan anak bagaimana agar cinta terhadap Al-Qur'an. Memahamkan kepada mereka posisi Al-Qur'an terhadap ummat muslim, keagungannya, dan bahwa kita butuh dengan Al-Qur'an. Intinya cinta. Ibarat kata orang tak kenal maka tak cinta. Imam Suyuthi dalam tafsir Jalalai mengatakan, "Masukkan cahaya Al-Qur'an dalam dada anak-anak sebelum usia 10tahun. Karena setelah umur 10tahun akan masuk hal-hal lain." 

Jadi masukkanlah nilai-nilai sesuai usia tumbuh kembangnya anak. Tak harus menargetkan, oh umur sekian harus hafal Al-Qur'an, kalau tidak tercapai diumur segitu artinya gagal. Tidak, karena seperti yang disebutkan sebelumnya, menjadi hafiz itu adalah keutamaan dari Allah swt. Umar bin Khattab saja selesai 30juz dua bulan sebelum wafat.

Setelah kecintaan itu ada dan tumbuh mengakar pada jiwa sang anak, barulah mulai mengajarkannya untuk menghafal. Kalau kata Bu Wirianingsih dalam taujihnya beliau saat anaknya sudah mulai bicara 24 jam itu yang diperdengarkan adalah Al-Qur'an. Nah, jika cinta itu sudah ada, tak akan susah menyuruhnya untuk mengahafal. Namun menghafalnya bukan sekedar hafalan dilisan, tapi berusaha mengajarkan makna ayat yang dihafal, lalu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Satu hal yang perlu diingat orang tua saat meminta anaknya mengamalkan kebaikan atau berakhlak mulia adalah, mulai dari diri sendiri, perbaiki bacaan, menghidupkan suasana Al-Qur'an dirumah dan mencontohkannya kepada sang anak. Semisal, menyuruh anak minum dengan tangan kanan, namun kesehariannya sang anak melihat ayahnya minum dengan tangan kiri. Bagaimana bisa bayangan itu akan lurus jika kayunya bengkok.

Karena itu sangat diperlukan bagi orang tua untuk mengisi dirinya terlebih dahulu dengan berbagai macam ilmu lalu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Karena ilmu yang diajarkan akan lebih membekas dan memberikan hasil yang bagus jika diajarkan dengan menirukannya. Terlebih bagi anak-anak, karena orang tua adalah figur utama yang akan memberikan dampak besar dalam proses pendidikan anak-anak. Ibarat kata, bagaimana bisa air itu melimpah keluar jika air yang didalam gelas tersebut hanya sedikit. Bagaimana bisa mengajarkan orang jika ilmunya kita tidak punya.

Dan yang terakhir adalah berdoa agar senantiasa diberi keistiqomahan. Sebab yang paling berat itu bukan saat meraih, tapi menjaganya. Mari memperbanyak doa agar Allah beri keteguhan hati dalam menjaga kalamNya, agar Allah istiqomahkan dalam menghadapi zaman yang penuh fitnah ini. 

***

Selama menemani mereka disini, ada banyak pelajaran yang saya dapat, bahwa sungguh berat menjadi ayah ibu. Ada banyak ilmu yang harus dikuasai agar bisa melahirkan generasi Qurani. Tak cukup hanya dengan uang yang banyak, namun ilmu tauhid dan akhlak adalah sesuatu yang sangat penting untuk ditanamkan sejak dini dan bahkan sejak dalam kandungan.

Untukmu yang akan menjadi ayah dan ibu jangan terlalu tergesa-gesa atau bahkan galau memikirkan jodoh yang tak kunjung datang, siapkan bekalmu. Karena tahapan agar bisa mendidik anak menjadi generasi emas itu dimulai dari sebelum pernikahan. Persiapkan diri agar layak menjadi sekolah utama bagi anak-anak kelak.

Kalau kata kak Khairunnisa, kelak, anak-anak yang terlahir dari rahim mu, akan meminta cerita dari mu, termasuk tentang bagaimana awal diri mu bertemu dengan laki-laki yang mendidik mereka, yang mereka panggil dengan sebutan ayah, tentang bagaimana proses nya hingga kamu akhirnya bisa menerima pinangan nya. Jadi, jangan rusak cerita mu dengan hal-hal yang tak pernah dibenarkan oleh Nya. Anak-anak mu kelak berhak mendapatkan kisah terbaik ibu dan ayah nya. Berjuanglah untuk itu, berjuang untuk menjaga apa yang memang harus di jaga.

رب هب لي من الصالحين

Wallahu'alam

Rumah Cantik
Abbas 'Aqqod, 17.31 CLT

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Beda Jalan, Beda Cerita tapi Tujuan Tetap Satu

"Yang membuat kita pudar semangatnya adalah ketika kita membandingkan lini masa kita dengan lini masa orang lain." ~KHC Pernah tidak merasa tertinggal dari yang lain dalam banyak hal, entah itu soal cita maupun cinta? Kurasa hampir semua orang pernah merasakannya. Tak terkecuali akupun pernah merasakannya, tapi seiring berjalannya waktu kusadari ini semua bukan soal siapa yang cepat siapa yang lambat. Bukan. Menepilah sejenak, coba berbicara antara kamu dan dirimu sendiri. Yang dicari, hilang Yang dikejar, lari Yang ditunggu Yang diharap Biarkanlah semesta bekerja Untukmu Tenangkan hati Semua ini bukan salahmu Jangan berhenti Yang kau takutkan takkan terjadi Kita coba lagi Untuk … Mungkin bisa sambil mendengarkan lirik lagu dari Kunto Aji ini, bagiku ini maknanya dalam. But ya, tergantung perspektif masing-masing.  Biarkanlah semesta bekerja untukmu, tenangkan hati, semua ini bukan salahmu. Dalam banyak hal seringkali kita membandingkan hasilnya dengan yang orang lain dapatka

Sekilas tentang Kehidupan Rumah Tangga

Udah lama banget ga nge-blog, sekalinya nge-blog langsung nulis tentang ini. Tulisan ini terinspirasi dari ftv tadi pagi. Kebetulan lagi nyetrika dan udah lama juga ga nonton dan emang tumben banget siarannya berhikmah, hahah.  Jadi tu hikmah yang aku dapet tadi ayah si gadis bilang, "Ngebangun rumah tangga itu ga kayak ngebangun perusahaan (si anak lagi kerja di sebuha perusahaan). Di perusahaan kalo ada yang ga disukai kita bisa dengan mudah ganti dengan yang lain, tidak dengan rumah tangga."   (Ga pernah seserius ini aku nonton ftv wkkwwk) Auto mikir, iya juga ya. Ya namanya hidup bersama ga suka itu pasti akan ada, gesekan-gesekan pasti akan datang, ga selamanya hubungan itu mulus. Ini yang pertama Yang kedua, kata bapak penjual bubur, " dalam kehidupan rumah tangga itu suami dan istri harus saling membantu dalam menyelesaikan tugas di rumah dan tugas-tugas lainnya. Kalo ibuk lagi ga bisa ngurus anak ya bapak yang gantiin. Pun begitu dengan tugas yang lainnya. Yang m