Langsung ke konten utama

Khawatir

Ketika membuka tumblr kudapati tulisan Mas Gun (Kurniawan Gunadi) tentang kekhawatiran mengenai pasangan hidup kelak. Iya, rasanya tepat sekali tulisan itu muncul disaat seperti ini.

Dalam tulisan tersebut Mas Gun bilang, “Kalau benar kita akan dipertemukan, bolehkah kucuri sedikit rahasiaNya? Agar aku tahu, kalau aku sedang menunggu yang baik, sekaligus yang terbaik bagiNya. Aku tahu sebenarnya tidak boleh, tapi aku khawatir diuji melalui pernikahan. Aku selalu bermimpi melalui pernikahan, kudapati orang yang bisa berjalan seiring, bersisian, bisa menenangkan jalan kedepan.”

Melihat pengalaman pernikahan orang-orang sekitar sedikit banyak akan menghadirkan perasaan khawatir tentang bagaimana kehidupan pernikahan. Ada yang diuji melalui pasangannya yang berkhianat bahkan ketika usia telah mendekati senja. Ada yang kasar, tidak bertanggungjawab. Ada yang setelah menikah  membuat hubungan dengar ortunya dan sanak keluarganya renggang bahkan hilang rasa hormat. Dan berbagai macam hal lain yang kutakutkan.

Semakin kesini, semakin aku bersyukur separuh agama ini belum menggenap. Bukan tak ingin, bukan. Hanya saja dengan diperlihatkan berbagai macam ujian pernikahan tersebut membuat diri yang lemah ini semakin banyak belajar dan menyiapkan diri sekaligus bekal untuk ibadah terlama tersebut dan berhati-hati dalam menentukan pilihan. Benar kata seorang kakak saat aku silaturahim kerumahnya beberapa hari yang lalu, beliau bilang, “Dek, andai kata hanya ada satu doa yang dikabulkan (dalam konteks pernikahan), mintalah laki-laki yang soleh. Yang soleh, cukup satu itu saja. Karena kehshalihan itu mencakup semuanya, kalau selain yang itu kita minta bisa jadi ada sisi-sisi duniawi yang kita inginkan dari pernikahan tersebut. Apalagi tujuan yang ingin kita raih kalau bukan ridhaNya, dek. Ujian pernikahan itu banyak, banyak sekali.  Dengan seorang laki-laki yang soleh itu, insyaallaah sesulit apapun ujian dan jalan hidup yang akan dilalui akan senang juga yang terasa, sebab ada ketenangan hati sedari awal yang menjadi modal, berbuahkan dari keimanan, ketaqwaan serta kesalihannya."

Bukan brati tidak boleh minta kriteria yang lainnya, boleh saja. Asal satu hal itu jangan pernah lupa. Dunia ini semakin renta, semakin banyak fitnah bermunculan. Kalau bukan keshalihannya yang kita pilih, akan berat rasanya menghadapi ujian kedepan,dek. Takut Allah tidak ridha dengan pernikahan tersebut.”

“Coba bayangkan dek, ketika sudah diamanahi anak, saat azan berkumandang ia gandeng tangan anaknya menuju masjid. Ah, bahagia sekali rasanya melihat itu, dek. Hanya laki-laki solih yang bisa melakukan itu dek. Ia yang misal berpendidikan tinggi belum tentu bisa melakukan itu. orang yang berilmu tinggi belum tentu dia solih dek. Pun dengan ia yang belajar agama belum tentu solih, banyak orang yang belajar ilmu agama tinggi-tinggi tapi ketika kita melihat kesehariannya, istighfar kita menyaksikannya. Seseorang yang berpendidikan tinggi itu bagus dek, tapi kalau menjadikannya hanya sebagai satu point tolak ukur dalam memilih itu tidak tepat dek. Tapi, seorang laki-laki yang solih ia pasti tau apa yang mesti ia lakukan dalam pendidikan dan wawasan keilmuannya dik. Ia paham bahwa menuntut ilmu itu adalah kewajiban bagi setiap muslim. Ia mengerti bahwa ada istri dan anak-anak yang akan ia didik dan bimbing untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Ia tahu posisinya adalah sebagai imam dalam keluarga, dan untuk menjalani itu semua ia paham betul semuanya butuh ilmu. Jadi tenang saja, dek. Jangan terburu-buru dan mudah menjatuhkan pilihan. Libatkan Allah selalu dalam setiap keputusan yang diambil.”

Dan seorang laki-laki yang solih itu ketika ia mencintai istrinya maka ia akan memuliakannya. Ketika ia tidak mencintainya ia tak akan menghinakannya.

Selesai disitu percakapan kami saat itu. Tak terlalu lama tapi serasa semuanya telah dirangkum dalam pertemuan singkat tersebut. Ya, bicara jodoh adalah bicara tentang hal yang jauh: akhirat, surga dan ridha Allah, bukan semata-mata dunia.

•••
Yaa tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati kami, dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa. (QS: Al-Furqon : 74)

Yaa Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami cintaMu, dan cinta orang-orang yang mencintaiMu, dan cinta orang yang mendekatiku kepada cintaMu, dan jadikanlah cintaMu lebih aku cintai dari diriku sendiri, dari keluargaku dan dari air yang dingin

***

Untuk teman-teman yang masih sendiri semoga dengan tulisan singkat ini bisa lebih berhati-hati dalam menentukan teman hidup kelak, yang semoga tak hanya berteman di dunia tapi abadi hingga ke syurga. Terus berdoa semoga dipertemukan dan dibersamakan dengan orang yang shali/ah.
Oya, satu lagi. Dia yang baik pasti akan datang dengan cara yang baik pula. Maka perhatikan pula bagaimana nantinya seseorang tersebut mengetuk pintu rumahmu.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mendidik Generasi Qur'ani

Melihat banyaknya pesantren-pesantren di tanah air yang akhir-akhir ini mengadakan studi tour keluar negri khususnya negri timur untuk mengambil sanad tahfiz dan tahsin Qur'an menimbulkan sedikit banyaknya rasa sedih sekaligus khawatir akan ini semua. Tidak ada yang salah dengan program ini. Namun, siapapun pihak yang mengadakan ini terkhususnya sebagai orang tua yang ingin mendidik anak-anaknya menjadi generasi Qurani, mestilah tau dan paham bagaimana langkah-langkahnya dalam mendidik. Mendidik generasi Qurani tidak cukup hanya dengan bermodalkan uang banyak. Tidak cukup dengan hanya mengirimkan anaknya sebulan dua bulan ke luar negri, sebut saja Mesir salah satu contohnya. Tidak salah mengirimkan anak untuk belajar Qur'an langsung ke Mesir, namun ada tahapannya. Tahapan inilah yang banyak terlupakan oleh orang tua. Yang pertama kali mesti dilakukan orang tua dalam mendidik anak-anak agar menjadi generasi Qurani adalah menyandarkan diri kepada Allah dan memahami bahwa anak

Beda Jalan, Beda Cerita tapi Tujuan Tetap Satu

"Yang membuat kita pudar semangatnya adalah ketika kita membandingkan lini masa kita dengan lini masa orang lain." ~KHC Pernah tidak merasa tertinggal dari yang lain dalam banyak hal, entah itu soal cita maupun cinta? Kurasa hampir semua orang pernah merasakannya. Tak terkecuali akupun pernah merasakannya, tapi seiring berjalannya waktu kusadari ini semua bukan soal siapa yang cepat siapa yang lambat. Bukan. Menepilah sejenak, coba berbicara antara kamu dan dirimu sendiri. Yang dicari, hilang Yang dikejar, lari Yang ditunggu Yang diharap Biarkanlah semesta bekerja Untukmu Tenangkan hati Semua ini bukan salahmu Jangan berhenti Yang kau takutkan takkan terjadi Kita coba lagi Untuk … Mungkin bisa sambil mendengarkan lirik lagu dari Kunto Aji ini, bagiku ini maknanya dalam. But ya, tergantung perspektif masing-masing.  Biarkanlah semesta bekerja untukmu, tenangkan hati, semua ini bukan salahmu. Dalam banyak hal seringkali kita membandingkan hasilnya dengan yang orang lain dapatka

Sekilas tentang Kehidupan Rumah Tangga

Udah lama banget ga nge-blog, sekalinya nge-blog langsung nulis tentang ini. Tulisan ini terinspirasi dari ftv tadi pagi. Kebetulan lagi nyetrika dan udah lama juga ga nonton dan emang tumben banget siarannya berhikmah, hahah.  Jadi tu hikmah yang aku dapet tadi ayah si gadis bilang, "Ngebangun rumah tangga itu ga kayak ngebangun perusahaan (si anak lagi kerja di sebuha perusahaan). Di perusahaan kalo ada yang ga disukai kita bisa dengan mudah ganti dengan yang lain, tidak dengan rumah tangga."   (Ga pernah seserius ini aku nonton ftv wkkwwk) Auto mikir, iya juga ya. Ya namanya hidup bersama ga suka itu pasti akan ada, gesekan-gesekan pasti akan datang, ga selamanya hubungan itu mulus. Ini yang pertama Yang kedua, kata bapak penjual bubur, " dalam kehidupan rumah tangga itu suami dan istri harus saling membantu dalam menyelesaikan tugas di rumah dan tugas-tugas lainnya. Kalo ibuk lagi ga bisa ngurus anak ya bapak yang gantiin. Pun begitu dengan tugas yang lainnya. Yang m