Pada akhirnya, apa-apa yang ditinggal akan menjadi sebuah kenangan yang kelak sebagai lampu penerangan untuk menyusuri jalanan didepan agar selamat hingga terminal akhir.
Yap, begitulah perjalanan ini, apa-apa yang telah berlalu yang sempat bersinggungan maupun tidak yang baik maupun buruk semuanya akan menjadi guru pembelajaran dikemudian hari. Mesir, salah satu pelajaran yang sangat terekam oleh memori ini adalah tentang keikhlasan para masyayikhnya. Hal yang sangat jarang didapatkan di negri ini.
Baru beberapa bulan saja disini, hampir semua pertimbangan dinilai dari uang dan jarak. Hufft..
Mau kerja di tempat A, B, C dll ditanyain, jaraknya berapa gajinya berapa, sesuai tidak? Tidak salah memang, cuma mungkin belum terbiasa aja dengan realita seperti. Karna jujur saja, selama belajar di negri Piramid, hampir-hampir dari para guru mengajar dengan segenap keikhlasannya. Ada dosen yang rumahnya harus menempuh perjalanan berjam-jam menuju kampus. Ada yang pulang perginya ikut berdesak-desakan dengan kami para mahasiswa didalam bis. Dan tak sedikit juga tempat-tempat kajian ilmu dan tahfiz tersedia secara cuma-cuma diberbagai mesjid. Yang diperlukan hanyalah kesungguhan para murid untuk menuju tempat-tempat tersebut.
Pun pengalaman saya sendiri selama 4tahun berguru kepada seorang Ustazah bolak balik ke rumah beliau sama sekali tak pernah diminta biaya sepeserpun, justru mereka lah yang menyediakan makanan dan minuman ketika berguru kepadanya. Yang ada malah kami para murid yang merasa tidak enak.
Mungkin hal itu juga yang membuat keberkahan ilmu itu berbeda. Para guru disana mengajar dengan penuh keikhlasan berharap ridhoNya. Guru saya sering berpesan, "ilmu itu juga ada zakatnya, yaitu dengan mengajarkannya..."
Dan satu lagi, bagi kebanyakan orang disini tempat kerja itu diukur dengan universitas tempat kita kuliah. Kalau kuliah di luar negri harusnya ngajarnya ditempat yang begini begitu, harus jadi dosen. Hmm... Iya kah?
Lalu jika begitu, siapa yang mengajarkan mereka-mereka yang kesulitan ekonomi, mereka yang tinggalnya jauh dari perkotaan. Jika semua yang kuliah ditempat ternama harus mengajar di gedung-gedung mewah, lalu siapa yang akan menghidupkan kampung-kampung kecil yang masih jauh dari pendidikan?
Berat memang jika semua dijalani sesuai omongan dan komentar netizen :D
Sampai-sampai ada yang bilang, buat apa kuliah jauh-jauh ke luar negri kalo kerjanya hanya ditempat yang.... Mindset kebanyakan orang sekarang adalah kuliah untuk cari kerja, bukan untuk mencari ilmu. Adalah tantangan yang sangat besar memang.
Seorang senior yang saya kenal ketika sama-sama berjuang di Mesir kemarin, beliau bahkan sempat menyelesaikan S2 nya di Mesir. Tapi coba tebak dimana beliau kerja ketika sudah di tanah air? Seseorang yang sudah bergelar Lc. MA, beliau memilih untuk mengabdi di kampungnya mengajar ngaji anak-anak di saung kecil. Karena memang niatnya belajar adalah untuk menjadi penerang ditengah gelapnya dunia. Menjadi penerang dikampung nya. Apakah itu hal yang hina? Tentu tidak, justru itu adalah sebuah tujuan yang mulia bukan?
Yap, tentang keikhlasan memang adalah bab terberat dalam kamus kehidupan.
Ketika kaki terus melangkah, tangan terus berbuat, ada hati yang harus terus diasah keikhlasannya
Wallahu'alam bishshowab
Dari diri yang masih terus berusaha memupuk keikhlasan pada setiap langkah kaki dan hembusan nafas... Allahummaghfirlanaa
Komentar
Posting Komentar