“Wahai orang-prang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan berimanlah kepada RasulNya(Muhammad), niscaya Allah memberikan rahmatNya kepadamu dua bagian, dan menjadikan cahaya untukmu yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan serta Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang” Al-Hadid:28
Taqwa itu kata syaikh Ratib An-Nabulsi dalam tafsirnya seperti cahaya. Coba kamu bayangkan berjalan pada malam hari ditengah hutan yang gelap, menakakutkan, yang disana ada banyak lobang, gundukan tanah, kalajengking, ular dan binatang buas lainnya, tapi ditnganmu ada senter kecil. Dengan senter tersebut kamu bisa melihat mana lobang, gundukan tanah, binatang berbisa dan semua yang menjadi penghalangmu dalam perjalanan tersebut, dengan senter itu kamu bisa melihat semuanya.
Seperti itulah taqwa, hidup dengan ketaqwaan seolah ada benteng yang menjadi penhalang antara dirimu dan apa-apa yang Allah larang. Dengan taqwa manusia bisa berjalan dalam kebenaran meski akan banyak penghalang ditengah-tengah perjalanan tersebut.
Taat kepada Allah, itulah gambaran tingkat ketaqwaan yang paling sederhana kata Syaikh Ratib An-Nabulsi. Dan taat itu adalah mengerjakan apa-apa yang Allah perintah dan menjauhi apa-apa yang Allah larang, kesemua itu telah tertulis didalam Al-Quran dan As-Sunnah.
Jadi, apa itu taqwa?
Taqwa secara bahasa adalah penjagaan, perlindungan. Artinya, menjadikan adanya penjagaan antara manusia dan murka Allah, adanya penjagaan antara manusia dan azab Allah. Sehingga tumbuhlah rasa takut saat timbul keinginan untuk bermaksiat, takut saat menyalahi perintahNya, takut tidak menjadi seperti apa yang Allah inginkan. Dan dari rasa takutla inilah muncul yang namanya penjagaan, sebuah penjagaan dari apa-apa yang menimbulkan murkanya Allah.
Kata taqwa didalam Al-Quran disebutkan lebih dari 300 kali. Waaah banyak sekali ya, kenapa? Karena Allah menitipkan syahwat pada setiap manusia. Dan syahwat tersebut bisa membuat orang berubah 180 derajat. Maka seorang mukmin mestilah berusaha menjaga dirinya agar tidak terjatuh pada apa-apa yang Allah haramkan, pada kata-kata yang tidak baik, makanan, perbuatan dan segala sesuatu yang telah Allah larang.
Ada satu point penting disini, bahwa kebanyakan manusia hanya menyadari bahwa islam itu hanya terdiri dari ibadah yang lima saja, sholat, zakat, puasa dan haji. Padahal sungguh manhaj islam itu adalah manhaj yang sangat detil dan terperinci, selalu mengikuti manusia dimanapun dan bagaimanapun ia. Sebuah manhaj yang sempurna yang ada pada setiap gerakan manusia, dalam tidur, bangun, perbuatan, hubungan dengan sesama, dengan sekitar, pada pernikahan, hubungan antar muslim dan non muslim dan banyak lagi, itulah ia islam, sebuah manhaj yang sangat terperinci dan mencakup segalanya, universal.
Al-quran 600 halaman, setiap perintah yang ada didalamnya adalah bagian dari manhaj islam, sebagai contoh;
”Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya,” (QS;8:24)
“Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apa dia diciptakan” (QS;87:5)
Dan masih banyak sekali contoh lainnya. Maka sudah seharusnya kita sebagai seorang mukmin ketika membaca Al-Quran untuk memperhatikan pada setiap kata yang dibaca, dimana posisi kita dari ayat-ayat Al-Quran tersebut, sudahkah sesuai apa yang kita lakukan dengan apa-apa yang Allah inginkan ?
Sebuah permisalan tentang kepatuhan, suatu hari seorang ulama dari Damaskus bertemu dengan seseorang yang baru diberi hidayah iman oleh Allah di Amerika, lalu ulama tersebut memberinya penjelasan panjang lebar tentang kenapa babi itu haram selama dua jam. Lalu orang tersebut bilang, “Cukup bagimu bilang kepadaku bahwa Allah mengharamkannya. Dari kisah ini bisa kita ambil sedikit renungan, ketika dihadapkan dengan seorang dokter katakanlah dia adalah dokter terkenal disebuah tempat, dengan ilmu dan pengalamannya yang luar biasa membuatmu tidak lagi bertanya mengapa begini mengapa begitu dari penjelasan dan aturan yang ia sampaikan kepadamu semisal tidak boleh makan ini dan itu.
Imam Ghazali berkata, “Kalaulah seorang dokter berkata kepadamu begini dan begitu maka sudah pasti kamu pun mematuhinya, apakah dokter tersebut lebih terpercaya bagimu dari pada Allah? Apakah ancaman dokter tersebut saat kamu melanggar aturannya lebih bahaya dari ancaman Allah?
Oleh karena itu makna paling sederhana dari kata taqwa adalah ta’at dan patuh kepada Allah
“...Dan barangsiapa menaati Allah dan RasulNya, maka sungguh, dia menang dengan kemenangan yang agung.” Al-Ahzab : 71
Yaa Allah tampakkanlah kepada kami yang benar itu sebuah kebenaran dan berikanlah rezki kepada kami untuk mengikutinya. Tampakkanlah kepada kami yang batil itu sebuah kebatilan dan berikan rezki kepada kami agar menjauhinya. Yaa Rabb...
Wallahu’alam
*Diambil dari tafsir Syaikh Ratib An-Nabulsi surat Al-Anfal ayat 1 halaman 14-20
Komentar
Posting Komentar